Hari ke 8239 setelah aku lahir tibalah sebuah hari setelah
tidur nyenyak semalaman dan televisi yang terus memberitakan kekalahan
Manchester United atas Manchester City tadi malam. Tak ada rencana spesial
untuk hari ini. Lalu aku bangun dan mengingat-ingat kejadian yang terjadi
semalam. Oh aku ingat! Semalam sebelum tidur aku menghabiskan sebungkus kwetiaw
goreng lengkap, ketemu DIA, aku ketiduran sebelum dia pulang, dan terbangun
saat DIA sudah pulang dengan kamar yang sudah dia bereskan diam-diam. Aku tidur
lagi. Terbangun lagi untuk shalat subuh. Itu saja.
Itu telah
kurencanakan? Tidak. Aku membiarkan hari itu berjalan begitu saja, tanpa
rencana.
Sebulan lalu, di tanggal 23 bulan berbeda aku bangun pagi
sekali. Memakai baju rapi yang disetrika sehari sebelumnya. Membereskan
tumpukan kertas. Ada mereka menyemangati. Telpon berdering. Banyak orang yang
ikut berdebar. DIA sudah siap mengantar, dan terus merapal doa-doa. Aku? Aku
jelas sedang berdebar sampai ke ubun-ubun. Segala sesuatu sudah aku siapkan. Tuhan, bantu aku! Aku adalah pemeran
utama dalam episode sibuk ini. Aku berangkat. Aku melewati hari itu dengan
gugup. Ya, sesuatu yang besar selalu berhasil membuatku gugup. Beberapa jam
kemudian, hasilnya diumumkan. Hatiku bahagia tak terkira. AKU JADI SARJANA.
Tepat seperti yang aku inginkan sejak pertama menginjakkan kaki di kampus.
Apa ini bagian dari
rencana? Ya, ini bagian dari rencana
hidup yang Tuhan wujudkan. Dia telah menulisnya jauh sebelum aku lahir dan
terjadi tepat di hari ke8208 setelah
kelahiranku.
Suatu hari yang aku rencanakan untuk bahagia di tanggal dan
bulan yang sangat aku hafal. Empat maret, tanggal yang selalu aku tulis
dimanapun aku harus mengisi tanggal lahir. Hari yang kata orang harus bahagia.
Semalaman aku memencet tuts keyboard ponsel untuk membalas pesan selamat
ulangtahun. Kali itu ulangtahunku yang ke 22. Usia yang ranum bagi wanita. Aku
menerima kado, menerima doa. Tak hanya itu, aku melihat dia datang bersegera.
Memberi hadiah indah. Hadiah apa? Ya hadiah kenyataan bahwa apa yang dia
katakan setiap hari kenyataannya tak sama dengan yang aku baca di ponselmu.
Ternyata ada oranglain yang juga menerima kata-kata manis. Aku tak apa-apa
sebetulnya. Aku mencintaimu biasa-biasa saja. Aku Cuma tak suka saja, aku
diperlakukan sama manisnya dengan oranglain. Egois, barangkali. Acara
ulangtahun itu rusak. Memang ada kejutan. Tapi tidak seperti yang diceritakan
orang soal bahagia.
Apa ini rencanaku?
Tentu saja bukan. Aku adalah perempuan yang bahagia dan selalu berharap
hari-hari tertentu jadi lebih bahagia dibanding hari lainnya.
Suatu hari disebuah hari minggu yang aku kira biasa. Aku
sudah bersiap, menyalakan kompor dan berniat memberi masakkan terbaikku. Aku
senang walau tak ada kabar jam berapa dia datang. Kemudian dia datang dengan muka
masam. Walau tak diam, tapi tak seramah biasanya. Wangi masakan masih
kusembunyikan di dapur. Kita duduk di ruang tamu yang sama. Dia mengutarakan
rencananya meninggalkan aku. Aku diam saja, komat kamit berharap ini sebuah
kejutan. Ternyata bukan. Tangis kita pecah. Sudah. Kisah kita selesai. Hari itu
juga kita menggali kuburan atas harapan-harapan masa depan kita.
Apa ini bagian dari
rencana besar hidupku? Mungkin air mata ini rencananya, tapi bukan rencanaku.
Suatu hari sepulang sekolah aku mendapati ibu sedang duduk
di ruang tamunya. Memandangi mobil baru yang terparkir di halaman rumah
berdampingan dengan mobil kesayanganku. Ibu bilang mobil itu yang akan
menggantikan mobilku. Apa? Ya, begitulah. Itu memang bukan mobilku, karena aku
tak membayarnya dengan uangku. Jadi ya terserah ibu saja. Dengan patah hati aku
meninggalkan ruang tamu. Aku akan berpisah dengan JQ, mobil kesayanganku. Aku
menangis patah hati. Tapi tak boleh terlihat sedih. Ini rencana Tuhan.
Apa ini rencanaku? Bukan. Ini rencana Tuhan untukku.
Suatu malam saat aku terbangun, aku membaca sebuat pesan
singkat. Isinya biasa saja, namun nama pengirimnya yang luar biasa. Aku yang
saat itu masing sangat muda, tentunya tak pernah membaca kalimat itu
sebelumnya. Aku tak punya pertahanan untuk menolak segala kata-kata manis itu. Sulit dipercaya.
Aku resmi berpacaran untuk pertama kalinya dengan dia yang bicara manis saja
aku tak bisa membayangkan. karena dia ketus sekali kalau di sekolah. Besoknya aku baca ulang
sms itu. Dia berjanji menemuiku sebelum masuk sekolah. Dan benar, pagi itu dia
datang. Aku kira dia akan mengatakan yang lebih bikin melayang ketimbang sms
dia semalam, tapi ternyata dia datang Cuma buat bilang “kalo disekolah kita
pura-pura ga kenal aja seperti biasa” dengan gayanya yang khas. Lalu dia
berlalu memasuki gerbang. Aku terpesona. Entah karena apa. Seharian aku
bahagia. Bahagia atas hal bodoh kalo dipikir pake otak, bukan dengkul. Kejadian yang kemudian
menjadi kenangan sedikit memalukan untuk ditulis delapan tahun
kemudian.hihihihi...
Apa ini rencanaku?
Mungkin iya, mungkin juga bukan. Mungkin secara tak sadar aku merencanakannya
dalam harapan, tapi dia naksir balik itu tentu bukan rencanaku. Itu hadiah dari
alam semesta untuk bocah kecil yang baru kenal cinta.
suatu hari di usiaku yang menginjak lima belas tahun. Aku
bangun pagi seperti biasa dengan mata sembab karena seharian kemarin menangis.
Rumah tampak sepi. Ada ayah menyeduh teh hangat dengan muka lesu. Kami
mengobrol sedikit soal kepulangan eyang dari rumah sakit hari ini. Eyang
memaksa ingin pulang kerumah padahal belum sembuh betul. Aku pergi sekolah
ogah-ogahan. Hari berlalu, sampai sore hari eyang dibawa kerumah dengan muka
segar. Memegang tanganku seperti takut kehilangan. Merapal doa-doa. Aku akan
tumbuh besar. Jangan tinggalkan Tuhan dan kewajiban, katanya. Aku masih
sesenggukan berusaha mengiyakan segala harapannya. Eyang pergi dalam desahan
nafas terakhir. Tugasnya selesai diujung pesan kebaikannya untuk kami anak
cucunya. Kami menangis mengantarkan beliau ke surga. Takut kalau-kalau kami
rindu. Takut kalau-kalau kami akan lama sampai ke surganya karena tak cukup
baik. Hari berlalu bersama tsunami
airmata. Meninggalkan kenangan jauh mendalam. Mengisi salah satu tangis paling
menyedihkan di usia beliaku.
Apa ini rencanaku
juga? Jelas bukan. Siapa yang mau separuh hidupnya pergi? Rasanya tak ada. Tapi
ini rencana Dia yang Maha Pandai Merencanakan. Kita ikut saja. Walau sedikit
berat.
Bagitu banyak kejadian.
Bahkan pengalaman buang air setiap hari pun memiliki
ceritanya berbeda-beda.
Kita selalu berhasil masuk toilet dengan atau tanpa rencana
terlebih dahulu.
indah atau tidak, jadinya tak jadi soal. dijalani saja...
Ah hidup...
Begitu banyak hal-hal menyenangkan yang mengisi
perjalanannya.
Susah – Senang – Tawa – Duka – Airmata
Segalanya mengisi perjalanan lebih dari duapuluh dua tahun
hidup. Atau bahkan lebih...
Direncakanan atau tidak, kalau Pemilik Semesta mau semua
akan terjadi. Tapi percayalah, Dia bukan hendak menyakiti kita. Ada maksud Dia
mengenalkan hal lain lebih dari itu. Itu Cuma bukti bahwa ada kebaikan dari
lupa, ada kebaikan dari buang-buang airmata, ada kebaikan dari ditinggalkan...
Aku tak pernah bisa membayangkan lebih parahnya hidup tanpa hal
yang terjadi. Lalu catatan hidup menjadi kosong tanpa rasa apa-apa. Kita
mungkin akan seperti usia kerupuk yang berisi cerita dibuat-diangkut-dan
dihancurkan dalam perut.
Iya, saya punya rencana. Dan. Iya, saya juga mensyukuri
segala kejutan...