Senin, 23 September 2013

sedikit cerita tentang : hidup



Hari ke 8239 setelah aku lahir tibalah sebuah hari setelah tidur nyenyak semalaman dan televisi yang terus memberitakan kekalahan Manchester United atas Manchester City tadi malam. Tak ada rencana spesial untuk hari ini. Lalu aku bangun dan mengingat-ingat kejadian yang terjadi semalam. Oh aku ingat! Semalam sebelum tidur aku menghabiskan sebungkus kwetiaw goreng lengkap, ketemu DIA, aku ketiduran sebelum dia pulang, dan terbangun saat DIA sudah pulang dengan kamar yang sudah dia bereskan diam-diam. Aku tidur lagi. Terbangun lagi untuk shalat subuh. Itu saja.

Itu telah kurencanakan? Tidak. Aku membiarkan hari itu berjalan begitu saja, tanpa rencana.

Sebulan lalu, di tanggal 23 bulan berbeda aku bangun pagi sekali. Memakai baju rapi yang disetrika sehari sebelumnya. Membereskan tumpukan kertas. Ada mereka menyemangati. Telpon berdering. Banyak orang yang ikut berdebar. DIA sudah siap mengantar, dan terus merapal doa-doa. Aku? Aku jelas sedang berdebar sampai ke ubun-ubun. Segala sesuatu sudah aku siapkan. Tuhan, bantu aku! Aku adalah pemeran utama dalam episode sibuk ini. Aku berangkat. Aku melewati hari itu dengan gugup. Ya, sesuatu yang besar selalu berhasil membuatku gugup. Beberapa jam kemudian, hasilnya diumumkan. Hatiku bahagia tak terkira. AKU JADI SARJANA. Tepat seperti yang aku inginkan sejak pertama menginjakkan kaki di kampus.

Apa ini bagian dari rencana?  Ya, ini bagian dari rencana hidup yang Tuhan wujudkan. Dia telah menulisnya jauh sebelum aku lahir dan terjadi  tepat di hari ke8208 setelah kelahiranku.

Suatu hari yang aku rencanakan untuk bahagia di tanggal dan bulan yang sangat aku hafal. Empat maret, tanggal yang selalu aku tulis dimanapun aku harus mengisi tanggal lahir. Hari yang kata orang harus bahagia. Semalaman aku memencet tuts keyboard ponsel untuk membalas pesan selamat ulangtahun. Kali itu ulangtahunku yang ke 22. Usia yang ranum bagi wanita. Aku menerima kado, menerima doa. Tak hanya itu, aku melihat dia datang bersegera. Memberi hadiah indah. Hadiah apa? Ya hadiah kenyataan bahwa apa yang dia katakan setiap hari kenyataannya tak sama dengan yang aku baca di ponselmu. Ternyata ada oranglain yang juga menerima kata-kata manis. Aku tak apa-apa sebetulnya. Aku mencintaimu biasa-biasa saja. Aku Cuma tak suka saja, aku diperlakukan sama manisnya dengan oranglain. Egois, barangkali. Acara ulangtahun itu rusak. Memang ada kejutan. Tapi tidak seperti yang diceritakan orang soal bahagia.

Apa ini rencanaku? Tentu saja bukan. Aku adalah perempuan yang bahagia dan selalu berharap hari-hari tertentu jadi lebih bahagia dibanding hari lainnya.

Suatu hari disebuah hari minggu yang aku kira biasa. Aku sudah bersiap, menyalakan kompor dan berniat memberi masakkan terbaikku. Aku senang walau tak ada kabar jam berapa dia datang. Kemudian dia datang dengan muka masam. Walau tak diam, tapi tak seramah biasanya. Wangi masakan masih kusembunyikan di dapur. Kita duduk di ruang tamu yang sama. Dia mengutarakan rencananya meninggalkan aku. Aku diam saja, komat kamit berharap ini sebuah kejutan. Ternyata bukan. Tangis kita pecah. Sudah. Kisah kita selesai. Hari itu juga kita menggali kuburan atas harapan-harapan masa depan kita.

Apa ini bagian dari rencana besar hidupku? Mungkin air mata ini rencananya, tapi bukan rencanaku.

Suatu hari sepulang sekolah aku mendapati ibu sedang duduk di ruang tamunya. Memandangi mobil baru yang terparkir di halaman rumah berdampingan dengan mobil kesayanganku. Ibu bilang mobil itu yang akan menggantikan mobilku. Apa? Ya, begitulah. Itu memang bukan mobilku, karena aku tak membayarnya dengan uangku. Jadi ya terserah ibu saja. Dengan patah hati aku meninggalkan ruang tamu. Aku akan berpisah dengan JQ, mobil kesayanganku. Aku menangis patah hati. Tapi tak boleh terlihat sedih. Ini rencana Tuhan.
Apa ini rencanaku? Bukan. Ini rencana Tuhan untukku.


Suatu malam saat aku terbangun, aku membaca sebuat pesan singkat. Isinya biasa saja, namun nama pengirimnya yang luar biasa. Aku yang saat itu masing sangat muda, tentunya tak pernah membaca kalimat itu sebelumnya. Aku tak punya pertahanan untuk menolak segala kata-kata manis itu. Sulit dipercaya. Aku resmi berpacaran untuk pertama kalinya dengan dia yang bicara manis saja aku tak bisa membayangkan. karena dia ketus sekali kalau di sekolah. Besoknya aku baca ulang sms itu. Dia berjanji menemuiku sebelum masuk sekolah. Dan benar, pagi itu dia datang. Aku kira dia akan mengatakan yang lebih bikin melayang ketimbang sms dia semalam, tapi ternyata dia datang Cuma buat bilang “kalo disekolah kita pura-pura ga kenal aja seperti biasa” dengan gayanya yang khas. Lalu dia berlalu memasuki gerbang. Aku terpesona. Entah karena apa. Seharian aku bahagia. Bahagia atas hal bodoh kalo dipikir pake otak, bukan dengkul. Kejadian yang kemudian menjadi kenangan sedikit memalukan untuk ditulis delapan tahun kemudian.hihihihi...

Apa ini rencanaku? Mungkin iya, mungkin juga bukan. Mungkin secara tak sadar aku merencanakannya dalam harapan, tapi dia naksir balik itu tentu bukan rencanaku. Itu hadiah dari alam semesta untuk bocah kecil yang baru kenal cinta.

suatu hari di usiaku yang menginjak lima belas tahun. Aku bangun pagi seperti biasa dengan mata sembab karena seharian kemarin menangis. Rumah tampak sepi. Ada ayah menyeduh teh hangat dengan muka lesu. Kami mengobrol sedikit soal kepulangan eyang dari rumah sakit hari ini. Eyang memaksa ingin pulang kerumah padahal belum sembuh betul. Aku pergi sekolah ogah-ogahan. Hari berlalu, sampai sore hari eyang dibawa kerumah dengan muka segar. Memegang tanganku seperti takut kehilangan. Merapal doa-doa. Aku akan tumbuh besar. Jangan tinggalkan Tuhan dan kewajiban, katanya. Aku masih sesenggukan berusaha mengiyakan segala harapannya. Eyang pergi dalam desahan nafas terakhir. Tugasnya selesai diujung pesan kebaikannya untuk kami anak cucunya. Kami menangis mengantarkan beliau ke surga. Takut kalau-kalau kami rindu. Takut kalau-kalau kami akan lama sampai ke surganya karena tak cukup baik.  Hari berlalu bersama tsunami airmata. Meninggalkan kenangan jauh mendalam. Mengisi salah satu tangis paling menyedihkan di usia beliaku.

Apa ini rencanaku juga? Jelas bukan. Siapa yang mau separuh hidupnya pergi? Rasanya tak ada. Tapi ini rencana Dia yang Maha Pandai Merencanakan. Kita ikut saja. Walau sedikit berat.

Bagitu banyak kejadian.
Bahkan pengalaman buang air setiap hari pun memiliki ceritanya berbeda-beda.
Kita selalu berhasil masuk toilet dengan atau tanpa rencana terlebih dahulu.
indah atau tidak, jadinya tak jadi soal. dijalani saja...

Ah hidup...
Begitu banyak hal-hal menyenangkan yang mengisi perjalanannya.
Susah – Senang – Tawa – Duka – Airmata
Segalanya mengisi perjalanan lebih dari duapuluh dua tahun hidup. Atau bahkan lebih...
Direncakanan atau tidak, kalau Pemilik Semesta mau semua akan terjadi. Tapi percayalah, Dia bukan hendak menyakiti kita. Ada maksud Dia mengenalkan hal lain lebih dari itu. Itu Cuma bukti bahwa ada kebaikan dari lupa, ada kebaikan dari buang-buang airmata, ada kebaikan dari ditinggalkan...
Aku tak pernah bisa membayangkan lebih parahnya hidup tanpa hal yang terjadi. Lalu catatan hidup menjadi kosong tanpa rasa apa-apa. Kita mungkin akan seperti usia kerupuk yang berisi cerita dibuat-diangkut-dan dihancurkan dalam perut.

Iya, saya punya rencana. Dan. Iya, saya juga mensyukuri segala kejutan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar