Rabu, 20 Agustus 2014

Untuk saling mengenang, untuk saling melupakan..

Perpisahan itu kenapa begitu akrab denganku
Padahal aku tak pernah sama sekali ingin mengenalnya
Gilanya, perpisahan tak pernah datang dengan sosok yang sama
Ia selalu datang dengan wajah yang tak kukenali
Perpisahan selalu menipu dengan wajah manis
Sampai aku tak pernah berhasil mengelak..

Perpisahan datang selalu harum melati tapi pulang seperti belati yang melepaskan ikatanku dengan yang mereka bilang kenangan...
Kami yang tadinya satu, kemudian berurai mencari jalannya sendiri...
Aku dan kenangan seperti dua bumi yang berputar ke arah yang berbeda,
Sekencang apapun aku memegangnya ia kemudian akan lepas juga
Lalu kami berputar lagi dan tenggelam dalam episode lain dalam semestanya

Untuk saling mengenang, untuk saling melupakan...

Jumat, 21 Februari 2014

seratus hari bersamamu

ga kerasa, seratus hari sudah saya jadi bagian dari keluarga sekolah bocah ini...
belum sempet ngeblog sekalipun karena kerjaan ini emang cukup serius dan nyita waktu.. *halah*
dulu saya tak percaya dengan kesibukan, tapi setelah saya merasakan saya tau kenapa beberapa hal memang harus terlewat begitu saja karena tidak sempat, atau karena kita sudah terlalu kelelahan untuk menjalaninya...

di hari ke seratus ini saya ingin menyatakan bahwa, benar jika kita malas belajar, maka siap-siaplah menanggung kepedihan karena bodoh. Bahwa, tak ada yang tak bisa diselesaikan asal kita mau mencoba. dan bahwa, Tuhan tak pernah memberi sesuatu yang sia-sia, sesuatu yang tak sempurna, sesuatu yang biasanya dibikin manusia, Tuhan selalu memberikan semuanya lengkap.

seratus hari bukan sebentar, tapi belum bisa disebut lama juga. tapi seratus hari ini saya banyak belajar, lebih dari bilangan seratus mungkin...

saya punya Hajun, yang setiap hari menguras tenaga karena keaktifannya. bahkan untuk sekedar kontak mata sekalipun saya harus memeras keringat. dia selalu berlari, memanjat, bersembunyi, merobek, mencabut, memetik dan masih banyak keinginannya yang bikin saya serasa olahraga. seratus hari bersamanya bukan hal mudah, tapi setiap saya akan bertemu dengannya saya merapal mantra : Tuhan, saya mencintainya, Engkau juga, berilah kesempatan saya dan dia untuk belajar.
Ha Jun dan saya setiap hari kejar kejaran, peluk pelukan, popo-popo-an, bermain, belajar, menulis, membaca, saling manatap, semuanyaaaa...
sampai tak terasa dia mulai berkata saat mau pipis, dia mulai berkata saat ingin mencium saya, dia mulai senang memeluk saya lebih dulu, dan begitu banyak perubahan yang dulunya saya rasa tak mungkin...
air mata saya selalu menetes mengingatnya...

saya punya Caspian yang setiap hari bercerita, saya senang karena dia begitu dewasa dan terbuka untuk anak usia tiga tahun. dia selalu menguji kesabaran saya, dia sangat cerdas, tapi sekarang dia begitu lovable..
dia melihat saya kadang sebagai temannya, dia akan bercerita apa saja sampai hal memalukan yang dia sembunyikan dari teman dan keluarganya. kepercayaan itu mahal, saya sangat beruntung karena dia memberikannya pada saya di seratus hari pertama saya mengenalnya...

saya juga punya Farras yang begitu sensitif tapi menyenangkan dan amat sangat cerdas. saya punya Darren yang begitu lembut dan sopan, yang selalu tak mau melewatkan satu hari tanpa duduk di pangkuan saya. saya juga punya Seung Ha, anak korea yang ceria dan jahil, saya sesungguhnya sangat mencintainya dan percaya bahwa dia anak baik dan cerdas cuma dia tak tahu mengungkapkannya saja, saya bisa merasakannya dari cara dia memeluk saya...

dan di seratus hari itu juga saya sudah mengalami ditegur atasan, dibuat pusing oleh laporan, dan semua kesibukan yang ternyata sudah saya lewatkan sebanyak seratus hari...

ah terima kasih Tuhan atas kesempatan ini, atas mimpi kecil yang menjadi kenyataan, atas perkenalan saya dengan mereka, dengan aktifitas ini, dengan tempat ini, semuanyaaa...

Rabu, 08 Januari 2014

tahun bekerja

hai tahun baru, tahun yang meminta lebih banyak kerja keras untuk menaklukannya...

saya perkenalkan dengan satu kata baru yang mungkin akan jadi bagian dari identitas saya.

: bekerja.

akhirnya saya bekerja, sesuatu yang tidak pernah saya rencanakan tapi dipilih karena menganggur itu sungguh menyiksa dan memalukan dalam fikiran saya..
ya, saya memilih bekerja hanya karena saya tidak suka berdiam diri bahkan ketika saya diberi kesempatan untuk rehat saja. ya, sekedar rehat dari kesibukan beberapa waktu sebelumnya. saya menganggap diri saya pengangguran setelah tiga bulan lulus sidang saya masih tidak tahu harus berbuat apa. padahal semua orang bilang itu hanya jeda.

banyak orang yang tak percaya saya memilih bekerja.
banyak orang menyangsikan berkas-berkas lamaran yang saya kirimkan ke tempat-tempat yang saya inginkan, hanya karena saya terlanjur tidak merencanakannya sejak sekolah dulu.
ya, kenyataannya sekarang saya sudah bekerja. saya memilih bekerja.

saya memilihnya hanya karena saya pikir ini satu-satunya jalan untuk saya sampai ke tujuan yang saya impikan. mungkin bukan cara yang sangat menyenangkan, tapi saya sudah memutuskan untuk mulai mencobanya.

saya menghancurkan ramalan mereka yang bilang saya akan langsung menikah dan ongkang-ongkang kaki setelah lulus kuliah.

saya menjawab pertanyaan mereka yang bertanya memang dibayar berapa sampai berubah fikiran untuk memilih bekerja dengan : saya memang butuh uang. tapi saya bekerja karena saya ingin. saya bekerja karena saya melihat sesuatu yang saya cari. terlepas dari saya akan berada disana selamanya atau cuma lewat, akan dijawab takdir Tuhan nanti.

saya kemudian memutuskan untuk mengambil kesempatan berada di tempat saya kerja setidaknya selama delapan jam sehari. enak tidak enak.
dan ya,
bekerja akan sesekali mengisi identitas saya, dalam jadi bagian kalimat alasan-alasan saya..