Senin, 12 November 2012

a daughter's first love...


Di suatu siang aku datang untuk menemuimu. Tangis pertamaku menyapamu, kaupun menangis dalam hati, kita berdua berbicara rindu dalam tangis dan peluk. Aku langsung jatuh cinta pada saat itu, katanya kau sudah mencintaiku jauh sebelum itu...

Hari demi hari, cinta tak bisa kita hindari. Cuma Tuhan yang tahu kenapa kau begitu mencintaiku yang kolokan dan sering menyusahkan ini. Akupun tak pernah paham mengapa diusia semuda ini begitu mencintai pria paruh baya yang ga ganteng-ganteng amat, dan jauh dari kriteria pria idaman pada saat ini.

“Kalau tidak gila, bukan cinta namanya..” setidaknya itu sedikit pemahaman cinta yang aku percaya, kalimat itupun datang dari bekas pacarku yang terakhir.

Aku kemudian tumbuh, begitupun kamu. Kita mendewasa. Kita mengalir pada alur yang Tuhan bukakan, bermuara pada pemahaman yang sama. Kita tersendat, terjatuh, bersama. Kau banyak mengajariku, dan aku tak ragu ikut dibelakangmu. Segala pengalaman dan pemahamanmu aku jadikan dogma.

Aku tak pernah berhenti bersyukur kau pernah ada, pun aku bersyukur sempat mencintaimu sampai hari ini.
Seringkali aku mengetik sms, baru diketik separuhnya dan belum dikirim lalu datang sms masuk dari ponselmu mengabarkan apa yang ingin aku tanyakan. Pernah pula aku tak bisa tidur semalaman, besok pagi tiba-tiba kau datang tanpa aba-aba. Dan begitu banyak hal sederhana lainnya yang terasa romantis. Ahh aku sering tekagum-kagum melihat semesta berkonspirasi menyatukan kita, bahkan disaat kita berniat saling melonggarkan pelukan.

Cinta adalah energi, yang tak pernah musnah. Hanya berubah bentuk...

Aku bertumbuh besar, dan kau menua dengan pasti. Aku meninggalkanmu untuk sebuah mimpi. Dan katanya, kau tak keberatan. Kita akan terus saling mencintai...

Kita mulai menemukan cara mencintai yang berbeda. Kita mulai berjarak. Aku mulai kenal kata cemburu karena ada yang lebih banyak waktunya menemanimu selain aku. Kata cinta tak lagi berupa salim sebelum berangkat pagi hari, bukan pula kesukaanmu mengacak rambutku, atau suapan sendok terakhir yang sering kau berikan berkedok keberkahan padahal kau sudah kenyang dan tak sanggup lagi menelannya. Kali ini kadang cinta berupa pesan singkat, terkadang berbentuk nominal yang tertera di mesin ATM, atau bahkan hanya berbentuk doa-doa kebaikanku yang kau rahasiakan untukmu sendiri.

Tapi itu tetaplah cinta... cinta yang kita jaga sama-sama entah untuk alasan apa.

Kau seperti belahan jiwa, tanpamu aku kosong. Pernah kau berbaring tak berdaya dan kesakitan, apa kau tau pada saat itu akupun merasakan sakit yang entah kenapa seperti menjalar juga dalam sulur-sulur darahku. Atas kemurahan Tuhan  kau masih bisa bernafas, juga mencintaiku sampai hari ini...

Mencintaimu adalah helaan nafas, kau melegakan disaat segala macam racun kehidupan membuatku terbatuk-batuk dan sesak...

Kau sering bilang aku harus tegar. Aku tak boleh manja, tapi seringkali kau memaksaku menikmati segala fasilitas kemanjaanmu. Sebenarnya aku tahu, kau tak benar-benar tega melihatku kesakitan dan susah payah.

Seandainya segala kemudahan hidup bisa kau beli dengan tenagamu, aku yakin kau akan menebusnya untukku, untuk kami yang kau cintai sampai mati. Tapi mendisiplinkan aku adalah caramu merawat cinta kita, agar tak putus sampai dunia selesai...

Waktu berjalan cepat, aku tak bisa menahannya, kamupun tidak. Aku tak bisa menahan uban-uban tumbuh dirambutmu, aku tak bisa menahan penyakit beranak pinak di jantungmu, aku tak bisa berbuat apa-apa.
Aku Cuma bisa membalas smsmu, menjawab pertanyaanmu, dan membuatmu tersenyum sesekali.

Akupun tak bisa menahan waktu yang membuatku harus berjauhan denganmu, tak bisa menahan rasa jatuh suka pada lelaki selain kamu, dan tak bisa menahanmu untuk tidak mencintai siapapun selain aku.


Aku pernah dengar, kau bilang manusia tak bisa apa-apa. Manusia hanya butuh manut saja pada ketetapan Tuhan yang mahabijaksana. ikhlas. Sama seperti halnya saat Tuhan ingin aku pergi dan mencintai pria lain, atau sama halnya ketika Tuhan bilang nyawamu sampai disini tanpa sempat berpamit dan mencium aku. Manusia hanya bisa dan butuh ikhlas katamu...

Duapuluh tahun lebih kita sudah saling mencintai dan tak menemukan bosan. Mencintaimu adalah satu-satunya cara memuaskan dahaga sel-sel darahku yang rindu pada inangnya. Mencintaimu adalah hal menyenangkan yang pernah aku ingat.





Ayah, tiga tahun sudah aku hidup berjauhan beda kota, kita berjarak untuk banyak hal yang kita harap-harapkan. Tapi jangan takut, aku akan selalu mencintaimu, aku selalu jatuh cinta kepadamu sama seperti saat tatapan pertama kita di Rumah sakit duapuluh satu tahun yang lalu sampai ibu cemburu.

Dan jarak ini adalah caraku mencintaimu, pun ikhlas rindumu adalah caramu mencintaiku.
Seperti yang kita sepakati, kita akan terus saling mencintai..
Ayah, aku mencintaimu sampai mati, sampai kita hidup lagi setelah mati, selamanya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar